2. Kesiapan administrasi sangat terbatas.
Pembuatan akta, NPWP, struktur organisasi, hingga RAT membutuhkan waktu dan layanan legal yang tidak selalu mudah diakses, terutama di desa terpencil.
3. Potensi keterlambatan pencairan Dana Desa Tahap II sangat besar.
Jika syarat koperasi tidak terpenuhi, maka Dana Desa untuk pembangunan, pemberdayaan, dan layanan sosial bisa tertunda.
4. Beban kerja perangkat desa meningkat drastis.
Perangkat desa sudah memiliki banyak laporan wajib penambahan kewajiban koperasi dapat menimbulkan beban baru.
PELUANG POSITIF: KOPERASI BISA MENJADI LOKOMOTIF EKONOMI DESA
dibalik tantangan, PMK 81 juga membawa peluang pembangunan ekonomi:
- Koperasi dapat menjadi pusat usaha produktif yang dikelola warga.
- Koperasi dapat bekerja sama dengan BUMDes untuk memperkuat ekosistem ekonomi desa.
- Dana Desa dapat diarahkan sebagai modal bergulir yang dikelola secara lebih transparan.
- Koperasi dapat meningkatkan kapasitas kelembagaan desa dalam jangka panjang.
Dengan kata lain, koperasi dapat menjadi “otot ekonomi desa” jika dikembangkan dengan benar.
PMK 81 BUTUH EKSEKUSI BERBASIS KAPASITAS DESA
PMK Nomor 81 Tahun 2025 merupakan kebijakan ambisius yang bertujuan memperkuat ekonomi desa melalui koperasi. Namun data empiris menunjukkan bahwa kesiapan desa masih sangat beragam. Karena itu, implementasi kebijakan ini harus fleksibel, berbasis fakta lapangan, dan disertai pendampingan intensif.
Jika dilakukan dengan tepat, koperasi bisa benar-benar menjadi pilar ekonomi desa. Namun tanpa dukungan yang cukup, kebijakan ini justru dapat memperlambat pembangunan desa.